BONE, SAPARAKYAT–-Praktik penjualan pupuk bersubsidi dengan harga di atas Harga Eceran Tertinggi (HET) kembali dikeluhkan petani di Kabupaten Bone.
Kali ini, Rabu, 28 Mei 2025 sorotan publik mengarah pada Toko Alam, di Desa Paccing, Kecamatan Awangpone, Kabupaten Bone, Sulsel, 28 Mei 2025.
Setelah sejumlah petani mengeluhkan adanya modus “pengantaran ke rumah” yang membuat harga pupuk melonjak hingga Rp135Ribu per sak.
Harga tersebut jauh melampaui HET yang ditetapkan pemerintah, yakni Rp112.500 untuk pupuk urea dan Rp115Ribu untuk NPK Phonska. Dugaan praktik ini tidak hanya memberatkan petani, tetapi juga berpotensi melanggar regulasi yang berlaku.
Petani dari Dusun Bekku, yang meminta identitasnya dirahasiakan demi keamanan, mengungkapkan adanya perbedaan harga signifikan tergantung pada cara pengambilan pupuk.
“Kalau kami ambil sendiri, harganya Rp115Ribu Tapi kalau diantar ke rumah, langsung naik jadi Rp135Ribu per sak, untuk kedua jenis pupuk,” ungkapnya kesal.
“Biaya antar Rp20Ribu per sak sangat tidak masuk akal dan jelas memberatkan kami sebagai petani kecil,” katanya.
Keanehan lain adalah penyamaan harga antara pupuk Urea dan Phonska, padahal HET keduanya berbeda. Praktik semacam ini dinilai sebagai penyalahgunaan distribusi pupuk bersubsidi yang seharusnya tepat sasaran.
Jika terbukti, praktik penetapan harga ini dapat melanggar Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) No. 10 Tahun 2022 tentang Tata Cara Penetapan Alokasi dan Harga Eceran Tertinggi Pupuk Bersubsidi, serta Undang-Undang No. 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan yang melarang praktik penetapan harga merugikan konsumen, termasuk pada barang bersubsidi.
“Ini bisa masuk kategori pelanggaran hukum dan berpotensi pidana jika terbukti ada unsur penimbunan atau manipulasi harga,” kata seorang pengamat kebijakan publik LP_KPK Andi Sunil, menekankan seriusnya persoalan ini.
Saat dikonfirmasi, pemilik Toko Alam, Ebbi, tidak membantah adanya praktik dua harga tersebut.
Ia menjelaskan bahwa pengantaran ke wilayah Dusun Bekku memang dikenakan tarif tambahan, sehingga harga pupuk naik menjadi Rp135Ribu per sak.
“Kalau petani ambil sendiri, ya saya kasih harga sesuai HET. Tapi kalau mau diantar, ya tambah biaya, karena jaraknya jauh,” dalih Ebbi.
Namun, kebijakan ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai legalitas penambahan biaya pengantaran yang melampaui HET pupuk bersubsidi.
Hingga berita ini dimuat, belum ada pernyataan resmi dari Dinas Pertanian Kabupaten Bone maupun Satgas Pangan terkait dugaan pelanggaran ini.
Para petani mendesak agar investigasi segera dilakukan, mengingat pentingnya distribusi pupuk bersubsidi bagi ketahanan pangan daerah.